News Bekasi Reborn. co.id

Aktual, Tajam & Terpercaya

Ulung Purnama,SH,MH: Terbitnya Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Nomor M/3/HK.04/III/2020 Tentang Perlindungan Buruh dan Kelangsungan Usaha Terkait COVID-19

4 min read
News Bekasi Reborn. co.id Ulung Purnama,SH,MH: Terbitnya Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Nomor M/3/HK.04/III/2020 Tentang Perlindungan Buruh dan Kelangsungan Usaha Terkait COVID-19

News Bekasi Reborn. Co | BEKASI – Sebuah video viral di jagat maya, memperlihatkan puluhan karyawan departemen store Ramayana di Depok, Jawa Barat menangis. Dengan air mata bercucuran, mereka berpelukan satu sama lain, saling menguatkan di tengah kondisi yang tak terduga. Manajemen Ramayana mengumumkan langkah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) kepada karyawannya. Gerai yang berlokasi di City Plaza Depok, tidak lagi beroperasi sejak 6 April 2020. Agar kejadian ini dapat terhindari salah satu upaya yang dilakukan Menteri Ketenagakerjaan menerbitkan Surat Edaran (SE) Menaker Nomor M/3/HK.04/III/2020 tentang Perlindungan Pekerja/Buruh dan Kelangsungan Usaha Dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan COVID-19.

SE yang ditandatangani tanggal 17 Maret 2020 ini ditujukan kepada para Gubernur di seluruh Indonesia.
Dalam Surat Edaran tersebut, disebutkan para Gubernur diminta melaksanakan perlindungan pengupahan bagi pekerja/buruh terkait Pemdemi COVID-19 serta mengupayakan pencegahan, penyebaran, dan penanganan kasus terkait Covid -19 di lingkungan kerja.
Jika terdapat pekerja/buruh yang dikategorikan sebagai Orang Dalam Pemantauan (ODP) terkait Covid-19 berdasarkan keterangan dokter sehingga tidak masuk kerja paling lama 14 hari atau sesuai standar Kementerian Kesehatan, maka upahnya dibayarkan secara penuh,

Selain itu menurut Menaker, SE ini diterbitkan dengan mempertimbangkan meningkatnya penyebaran Corona Virus Disease 2019 COVID-19 di beberapa wilayah Indonesia dan memperhatikan pernyataan resmi WHO yang menyatakan COVID-19 sebagai pandemi global, maka perlu dilakukan langkah-langkah untuk melindungi pekerja/buruh dan kelangsungan usaha.

Meskipun SE ini bermaksud memberikan perlindungan bagi buruh dan Kelangsungan Berusaha Terkait COVID-19 dan menghindari adanya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) namun di dalam SE Menaker tersebut, Beberapa hal yang menjadi catatan penulis:
Pertama, apakah SE masuk kategori perundang-undangan sebagaimana dimaksud UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan?
Peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Urutannya UUD 1945, TAP MPR, UU/Perppu, PP, Perpres, Perda Provinsi, dan Perda kabupaten/kota. Tidak ada penyebutan SE secara eksplisit.
Menurut Dosen Fakultas Hukum Universitas Jember, Bayu Dwi Anggono, mengatakan SE memang bukan peraturan perundang-undangan (regeling), bukan pula keputusan tata usaha negara (beschikking), melainkan sebuah peraturan kebijakan. Masuk peraturan kebijakan (beleidsregel) atau peraturan perundang-undangan semu (pseudo wetgeving),
Dalam buku Pedoman Umum Tata Naskah Dinas cetakan Edisi I Januari 2004 dan Permen No. 22 tahun 2008 yang diterbitkan oleh Kemenpan, Pengertian Surat Edaran adalah Naskah Dinas yang memuat Pemberitahuan Tentang Hal Tertentu Yang Dianggap Penting Dan Mendesak dan Selanjutnya di Permendagri No. 55 tahun 2010 pasal 1 butir 43 dijelaskan : Surat Edaran adalah naskah dinas yang berisi pemberitahuan, penjelasan dan/atau petunjuk cara melaksanakan hal tertentu yang dianggap penting dan mendesak.
Mengingat isi Surat Edaran hanya berupa pemberitahun, maka dengan sendirinya materi muatannya tidak merupakan norma hukum sebagaimana norma dari suatu peraturan perundangan-undangan. Surat Edaran mempunyai derajat lebih tinggi dari surat biasa, karena surat edaran memuat petunjuk atau penjelasan tentang hal-hal yang harus dilakukan berdasarkan peraturan yang ada. Surat Edaran bersifat pemberitahuan, tidak ada sanksi karena bukan norma.
Penerbitannya:
a. Hanya diterbitkan karena keadaan mendesak
b. Terdapat peraturan terkait yang tidak jelas yang butuh ditafsirkan
b. Substansi tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
c. Dapat dipertanggung jawabkan secara moril dengan prinsip-prinsip pemerintahan yang baik.
Sehingga berakibat Surat Edaran tak berkekuatan hukum jika tidak terpenuhi faktor diatas apalagi SE tidak ada sanksi hukum bagi yang tidak mematuhinya.

Kedua, SE itu tidak mewajibkan pengusaha untuk menyediakan kelengkapan alat K3 untuk pencegahan Covid-19 seperti masker, sarana cuci tangan, maupun sarana pencegahan penularan Covid-19 lainnya. Akibatnya, buruh harus melengkapi alat K3 secara mandiri, padahal Pasal 14 huruf c UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja menjelaskan alat-alat kelengkapan Keselamatan tersebut merupakan tanggung jawab dari perusahaan.
Dan terkait pemeriksaan kesehatan di lingkungan perusahaan juga harus dilakukan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per.02/Men/1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja dalam Penyelenggaraan Keselamatan Kerja, sehingga beban pemeriksaan kesehatan dalam rangka mencegah penularan Covid -19 dilingkungan kerja bisa dicegah dan diketahui lebih dini seperti melakukan rapid tes, dengan demikian Perusahaan dapat mengetahui sendiri kondisi kesehatan karyawannya tanpa harus membebani pemeriksaan kesehatan diluar perusahaan.

Ketiga, dalam SE mengatur apabila perusahaan melakukan pembatasan kegiatan usaha dan menyebabkan buruh/pekerja tidak masuk kerja maka perubahan besaran maupun cara pembayaran upah dilakukan dengan kesepakatan pengusaha dengan buruh/pekerja.
Hal ini sangat berpotensi menimbulkan pelanggaran karena substansi bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, berkaitan dengan upah telah diatur dengan mekanisme pengupahan sebagaimana diatur dalam UU Ketenagakerjaan. Jika perubahan besaran maupun cara pembayaran upah dilakukan dengan kesepakatan pengusaha dengan buruh/pekerja hal ini membutuhkan pengawasan dan dapat berakibat terdapat pihak yang dirugikan, maka substansi SE sepatutnya dikembalikan kepada aturan hukum yang sudah ada, jika memang perusahaan menginginkan penangguhan upah berkaitan dengan dampak Covid-19 maka perlu kiranya diatur mekanisme penangguhan bagi pengusaha yang tidak mampu membayar sesuai ketentuan, Pengusaha memiliki kewajiban membuktikan bahwa tidak sanggup melalui laporan keuangan dan diajukan untuk disetujui Gubernur dengan pertimbangan Dewan Pengupahan setempat.

Keempat, Menteri harus memastikan pengawasan pelaksanaan SE secara optimal dilakukan oleh Gubernur seluruh Indonesia, agar SE berlaku secara efektif meskipun terdapat kelemahan dalam penegakan hukumnya, dengan meminta laporan pelaksanaan SE secara berkala dan Kementerian harus membuka akses publik dengan membuka call center ataupun secara online agar setiap perusahaan ataupun pekerja yang mengalami dampak terhadap Covid-19 ini dapat diantispasi, termasuk jika Perusahaan mengalami kondisi yang sulit terkena dampak Covid-19 diwajibkan Gubernur dan Bupati/Walikota memberikan kemudahan berusaha agar mengindari adanya Pemutusan hubungan kerja.

Cikarang, 10 April 2020
Penulis,

Ulung Purnama,SH,MH.
Praktisi hukum dan Ketua Forum Advokat Kabupaten Bekasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

sixteen + 6 =