DAMPAK PEMBATASAN SOSIAL BERSKALA BESAR (PSBB) BAGI INDUSTRI & PEKERJA DI KABUPATEN BEKASI
8 min read
News Bekasi Reborn. Co | BEKASI -Pemerintah kabupaten Bekasi sepakat perpanjang PSBB hingga 14 hari mendatang hal ini diputuskan usai Bupati Bekasi bersama Forkopimda Kabupaten Bekasi menggelar Rapat Evaluasi Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan hasil putusan rapat ini akan disampaikan kepada Gubernur Jawa Barat untuk diajukan kepada Kementerian Kesehatan RI.
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk mencegah peningkatan kasus penularan virus corona (Covid-19) di lima wilayah Provinsi Jawa Barat yang sudah dimulai berlaku sejak 15 April 2020, PSBB akan diberlakukan di wilayah Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kota Depok, Kota Bekasi dan Kabupaten Bekasi (Bodebek) selama 14 hari. Untuk keperluan pelaksanaan PSBB di lima wilayah tersebut, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (Emil) telah membuat dua peraturan di tingkat Provinsi pada 12 April 2020. Pertama, Keputusan Gubernur Nomor 443/Kep-221-Hukham/2020 tentang Pemberlakuan PSBB di Bodebek. Keputusan Gubernur Jawa Barat ini memutuskan masa pemberlakuan PSBB di 5 wilayah itu ialah pada 15-28 April 2020 regulasi yang kedua adalah Peraturan Gubernur (Pergub) Jawa Barat Nomor 27 Tahun 2020 tentang Pedoman PSBB di Kawasan Bodebek.
Pemerintah Kabupaten Bekasi sendiri sebelumnya secara resmi telah memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang dilaksanakan selama 14 hari, mulai tanggal 15 – 28 April 2020 kegiatan ini dilakukan untuk memutus mata rantai penyebaran virus corona (Covid-19).
Bupati Bekasi Eka Supria Atmaja, SH. menyampaikan akibat pelaksanaan PSBB aktifitas perusahaan atau pabrik di luar dan di dalam kawasan industri Kabupaten Bekasi akan diberhentikan sementara selama penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Adapun penerapan PSBB di wilayah Kabupaten Bekasi serentak dilaksanakan pada Rabu (15/4/2020). Mengingat Kabupaten Bekasi merupakan daerah industri, aktifitas kerja di dalam maupun di luar kawasan industri akan diberlakukan penerapan PSBB, kecuali dapat Izin dari Kemenperin dikutip dari kompas.com.
Apabila dilihat dasar hukum Peraturan Bupati Nomor 37 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Dalam Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) di Kabupaten Bekasi, merupakan turunan peraturan diatasnya yang berasal dari Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 Tentang Peraturan Pemerintah Tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) tanggal 31 Maret 2020 dan Permenkes Nomor 9 tahun 2020 tentang Pedoman PSBB dalam rangka Percepatan Penanganan COVID-19.
Penulis dalam hal ini membahas berkaitan dengan Industri dapat dilihat pada Pasal 9 ayat (1) Perub Nomor 37 Tahun 2020, selama pemberlakuan PSBB, dilakukan penghentian sementara aktivitas bekerja di tempat kerja /kantor.
Ayat (2) Yang dimaksud dengan penghentian sementara aktivitas bekerja di tempat kerja/kantor adalah pembatasan proses bekerja ditempat kerja dan menggantinya dengan proses berkerja dirumah /ditempat tinggal, untuk menjaga produktifitas/kinerja pekerja.
Pasal 9 ayat (3) tentang Pembatasan Kerja di tempat Kerja, Pengecualian Peliburan Tempat Kerja yaitu bagi kantor atau instansi tertentu yang memberikan pelayanan terkait pertahanan dan keamanan, ketertiban umum, kebutuhan pangan, bahan bakar minyak dan gas pelayanan kesehatan, perekonomian, keuangan, komunikasi, industri, ekspor dan impor, distribusi, logistik dan kebutuhan dasar lainnya.
Di perjelas apa yang disebut Industri dalam Pasal 9 ayat (3) huruf C tentang Perusahaan Industri dan Kegiatan produksi:
1). Unit produksi komuditas esensial, termasuk obat-obatan, farmasi, perangkat medis atau alat kesehatan perbekalan kesehatan rumah tangga, bahan baku dan zat antara lainnya.
2). Unit produksi, yang membutuhkan proses berkelanjutan, setelah mendapatkan izin yang diperlukan dari Kementerian Perindustrian.
3). Produksi minyak dan gas bumi, batubara dan mineral dan kegiatan yang terkait dengan operasi penambangan
4) Unit manufacturing bahan kemasan untuk makanan, obat-obatan farmasi dan obat kesehatan.
5). Kegiatan pertanian bahan pokok dan holtikultura.
6). Unit produksi barang ekspor.
7) Unit produksi barang pertanian, perkebunan, serta produksi usaha mikro kecil menengah.
Kantor tersebut diatas harus bekerja dengan jumlah minimum karyawan dan tetap mengutamakan upaya pencegahan penyebaran penyakit (pemutusan rantai penularan) sesuai dengan protokol ditempat kerja.
Apabila merujuk kepada klasifikasi industri yang digunakan dalam survei industri pengolahan adalah klasifikasi yang berdasar kepada International Standard Industrial Classification of all Economic Activities (ISIC) revisi 4, yang telah disesuaikan dengan kondisi di Indonesia dengan nama Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) tahun 2009.
Kode baku lapangan usaha suatu perusahaan industri ditentukan berdasarkan produksi utamanya, yaitu jenis komoditi yang dihasilkan dengan nilai paling besar. Apabila suatu perusahaan industri menghasilkan 2 jenis komoditi atau lebih dengan nilai yang sama maka produksi utama adalah komoditi yang dihasilkan dengan kuantitas terbesar.
Yang disebut Golongan Pokok Industri seperti:
Makanan; Minuman; Pengolahan tembakau; Tekstil Pakaian jadi Kulit barang dari kulit dan alas kaki Kayu; barang dari kayu dan gabus (tidak termasuk furnitur) dan barang anyaman dari bambu, rotan dan sejenisnya; Kertas dan barang dari kertas; Pencetakan dan reproduksi media rekaman; Produk dari batu bara dan pengkilangan minyak bumi; Bahan kimia dan barang dari bahan kimia; Farmasi; produk obat kimia dan obat tradisional; Karet; barang dari karet dan plastik; Barang galian bukan logam, Logam dasar; Barang logam; bukan mesin dan peralatannya; Komputer; barang elektronik dan dan optik;Peralatan listrik; Mesin dan perlengkapan; Kendaraan bermotor; trailer dan semi trailer; Alat angkutan lainnya; Furnitur; Pengolahan lainnya; Jasa reparasi dan pemasangan mesin dan peralatan.
Dan dari beberapa jenis industri kini sejumlah perusahaan kategori menengah ke bawah atau perusahaan kecil di Kabupaten Bekasi, terancam gulung tikar akibat terdampak wabah cirus corona atau Covid-19. Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kabupaten Bekasi, Sutomo, mengatakan, “Pandemi Covid-19 menyebabkan kelangkaan bahan baku yang biasa diimpor dari China. Bahkan sejumlah perusahaan kini juga sudah mengurangi kapasitas produksinya,” perusahaan menengah ke bawah memiliki istilah hari ini ada bisnis hari ini ada uang tergantung kemampuan finansial perusahaan untuk terus menjalankan roda bisnis yang dimiliki. “Bisa sebulan atau bahkan tidak sampai. Hampir 50 hingga 60 persen perusahaan menengah ke bawah akan gulung tikar dengan kondisi seperti ini,” masih menurut Ketua APINDO, yang menyebut dari 6.000 lebih perusahaan di Kabupaten Bekasi hampir setengahnya sudah menurunkan hingga 40 persen produksinya. Sementara untuk perusahaan otomotif dan elektronik sudah tinggal memproduksi 50 persen saja sejak badan otoritas kesehatan dunia WHO menetapkan pandemi virus corona.
Masih dikatakan Ketua Apindo Kabupaten Bekasi memprediksi banyak tenaga kerja yang akan dirumahkan 50 persen pekerja diberhentikan dari jumlah karyawan sebanyak 2 juta orang pekerja. Dan menurut penulis dikhawatirkan akan bertambah terus jauh lebih besar jika terdapat perpanjangan berlakunya PSBB tersebut.
Kementerian Industri telah mengeluarkan Surat Edaran Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2020 Tentang Pelaksanaan Operasional Pabrik Dalam Masa Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Viirus Disease 2019 tanggal 07 Apil 2020 dan Surat Edaran Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2020 tentang Pedoman Pengajuan Permohonan Perizinan Pelaksanaan Kegiatan Industri dalam Masa Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) tanggal 09 April 2020.
Namun hal ini tidak banyak membantu mempermudah pelaku Industri untuk tetap melakukan produksi, Sepatutnya sepanjang pelaku Industri dapat menjalankan protokal penanganan Covid-19 dilingkungan kerja sudah selayaknya dapat melakukan produksi agar masih bisa menghasilkan meskipun tidak secara maksimal seperti biasanya namun perusahaan masih tetap bisa menghasilkan, sejalan menurut Pasal 9 ayat (2) Perbup Bekasi Nomor 37 Tahun 2020 termasuk didalamnya Permenkes Nomor 9 Tahun 2020 yang menjadi dasar rujukan Perbup tersebut, tentang penghentian sementara aktivitas bekerja di tempat kerja/kantor adalah pembatasan proses bekerja ditempat kerja dan menggantinya dengan proses bekerja dirumah /ditempat tinggal untuk menjaga produktifitas/kinerja pekerja. Namun dalam prakteknya perusahaan Industri yang tidak dikecualikan dalam Pasal 9 ayat (3) dihentikan seluruhnya melakukan produksi diminta bekerja dirumah/ditimpat tinggal atau bahasa kerennya Work From Home (WFH) padahal mana mungkin dirumah/ditempat tinggal terdapat mesin produksi padahal dalam pasal tersebut pemberhentian sementara harus dimaknai pembatasan proses bekerja ditempat kerja BUKAN BERARTI DIHENTIKAN SELURUH AKTIFITAS PRODUKSI INDUSTRI TERSEBUT.
Dengan dihentikannya aktifitas pekerjaan di perusahaan Industri yang tidak mendapatkan pengecualian sebagaimana diatur dalam PSBB tersebut sangat berdampak kepada Industri dan pekerja apalagi Presiden telah mengeluarkan Keppres 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Nonalam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sebagai Bencana Nasional. Sangat beralasan jika Pemutusan Hubungan kerja (PHK) semakin banyak dan pelaku Industri tidak mampu memberikan haknya pekerja.
Meskipun sudah digariskan didalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2020 Tentang Peraturan Pemerintah Tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) tanggal 31 Maret 2020 dan Permenkes Nomor 9 tahun 2020 tentang Pedoman PSBB dalam rangka Percepatan Penanganan COVID-19. Berkaitan dengan Perusahaan industri dan kegiatan produksi (yang isinya sama dikutip oleh Perbup Nomor 37 Tahun 2020) dimana sesuai kearifan lokal disuatu didaerah dapat menambahkan ataupun mengecualikan peraturan atau ketentuan diatasnya, dengan melihat demografi dan situasi sosial disuatu daerah, berkaitan dengan Kabupaten Bekasi yang merupakan daerah Industri terbesar di Asia Tenggara, sudah selayaknya Pemerintah Daerah Kabupaten Bekasi dapat merekomendasikan pertimbangan kepada Gubernur Jawa Barat dan Menteri Kesehatan agar dapat mempertimbangkan pengecualian Industri seluruhnya bukan sebagaimana dimaksud Pasal 9 ayat (3), dengan wajib menjalankan protokol kerja secara maksimal dengan pengawasan yang ketat dimana perusahaan industri bertanggungjawab penuh dalam kesehatan pekerjanya, menggunakan alat kerja yang sesuai Alat Pelindung Diri (APD) dan tetap jaga jarak, termasuk pengecekan secara berkala dengan rapid tes ditanggung perusahaan, sehingga maksud dan tujuan PSBB tetap berhasil dan termonitor oleh lembaga terkait, terutama dalam rangka mengurangi PHK.
Karena akibat adanya kondisi PSBB di Kabupaten Bekasi dan daerah lainnya, sudah pasti memiliki dampak yang berbeda terutama berkaitan dengan Industri dan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), karena di Kabupaten Bekasi menjadi kawasan terbesar tersebut yang tentu saja memiliki jumlah perusahaan Industri dan pekerja yang banyak, untuk itu sangat beralasan jika Pemerintah Daerah Kabupaten Bekasi yang memiliki karakteristik Industri dari sebagian besar usaha masyarakat dengan jumlah sekitar 6.000 perusahaan mengakibatkan ketergantungan kepada sektor Industri sedangkan jika Industri dihentiakn atau ditutup sepenuhnya maka sangat berdampak kepada usaha mereka sebagaimana keterangan Ketua Apindo Kabupaten Bekasi yang mana perhitungan tersebut akan terus bertambah, karena terhadap dampak Penerapan PSBB telah mempengaruhi kondisi pendapatan/gaji yang diterima oleh para pekerja, dan akan beresiko adanya pekerja yang terkena PHK, hal ini perlu kiranya dinas terkait membuat mitigasi dan pemetaan akibat PSBB dan Penetapan Kondisi Bencana Nasional.
Dampak PSBB bagi perusahaan yang diberhentikan sementara akan mengakibatkan menurunnya penghasilan perusahaan, adapun jika diperpanjang PSBB untuk Kabupaten Bekasi diharapkan memperhatikan kearifan lokal tersebut dimana Kabupaten Bekasi yang masyarakatnya tergantung kepada sektor Industri, untuk itu perlu kiranya pengetatan dan pengawasan protokol penanggulangan Covid-19 di tempat kerja lebih layak ditetapkan dengan tetap memperhatikan sosial distancing dengan ketentuan-ketentuan lainnya dibanding harus dihentikan atau ditutup produksinya meskipun sementara, apalagi didalam Pasal 9 ayat (2) masih dimungkinkan Industri dapat melakukan produksi dengan pembatasan yang berlaku padanya.
Jika merujuk kepada Keterangan Ketua APINDO Kab. Bekasi saja, ada sekitar 1.000 pekerja terkena dampak PHK ditambah anggota keluarga yang menjadi tanggungjawabnya, sedangkan penanggulangan PHK dalam PSBB hanya dengan mendapat Kartu Pra Kerja (untuk pengangguran dan korban PHK) dimana program ini juga tidak mudah hanya berlaku 4 bulan, lalu apa yang terjadi selanjutnya pada beberapa bulan yang akan datang maka akan terjadi lonjakan jumlah tenaga kerja yang berasal dari PHK Perusahaan, Pencari Kerja yang belum mendapatkan pekerjaan dan Angkatan Kerja Lulusan baru, hal ini akan menjadi bom waktu yang akan terjadi jika tidak dicarikan solusinya, yang tentunya akan berdampak menjadi masalah, untuk itu penerapan PSBB khususnya kepada Industri perlu dipertimbangkan lebih jauh karena kesinambungan usaha industri dan pekerja dengan tetap mendapatkan penghasilan/gaji perlu menjadi perhatian, bukan dengan menghentikan sementara tetapi pekerja tidak mendapatkan penghasilan/gajinya karena jika industri tidak berjalan bukan hanya pekerja yang berdampak melainkan juga sektor-sektor lainnya juga termasuk para mitra usaha dari industri tersebut, suplayer, produsen, konsumen, perbankkan dan pengusaha informal lainnya jangan sampai menjadi masalah sosial, ekonomi dan keamanan di masyarakat, termasuk meningkatnya permasalahan hukum.
Demikian tulisan ini disampaikan oleh penulis selaku praktisi hukum hubungan industrial sebagai suatu kajian semoga dapat bermanfaat.
Cikarang, April 2020
Penulis,
Ulung Purnama,SH,MH.
Praktisi Hukum & Ketua Forum Advokat Kabupaten Bekasi