News Bekasi Reborn. co.id

Aktual, Tajam & Terpercaya

Kajian Hukum: PRIHATIN TERHADAP PANDANGAN KELIRU ANGGOTA KANTOR STAF KEPRESIDENAN (KSP) YANG MENGANGGAP KENAIKAN IURAN BPJS SEBAGAI SOLIDARITAS KEPADA NEGARA

4 min read
News Bekasi Reborn. co.id Kajian Hukum: PRIHATIN TERHADAP PANDANGAN KELIRU ANGGOTA KANTOR STAF KEPRESIDENAN (KSP) YANG MENGANGGAP KENAIKAN IURAN BPJS SEBAGAI SOLIDARITAS KEPADA NEGARA

News Bekasi Reborn. Co | BEKASI –
Kantor Staf Kepresidenan (KSP) menilai kenaikan kembali iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sebagai bentuk partisipasi masyarakat terhadap negara. Sebab, KSP menganggap penerimaan negara saat ini tengah menurun di tengah pandemi virus Corona sehingga warga harus berkontribusi.
“Di dalam konteks potret negara juga kita lihat bahwa negara juga dalam situasi yang sulit. Artinya penerimaan negara juga menurun drastis. Jadi justru semangat solidaritas kita di dalam situasi ini,” kata Plt Deputi II KSP Abetnego Tarigan, Kamis (14/5).

Abet menilai sepanjang kenaikan iuran ini untuk kemaslahatan orang banyak, maka tidak ada salahnya pemerintah mengambil kebijakan tersebut. Abet sendiri mengajak semua pihak mengawasi pelaksanaan kenaikan BPJS Kesehatan ini.

“Yang menjadi penting itu perlu dimonitor oleh masyarakat setelah ini dijalankan hal-hal buruk apalagi yang masih terjadi. Ini yang mungkin bisa nanti diintervensi kementerian – lembaga terkait dalam pengelolaannya” .
Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan pada 1 Juli 2020. Keputusan itu tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

Dalam Pasal 34 disebutkan bahwa besaran iuran untuk peserta pekerja bukan penerima upah dan bukan pekerja (PBPU dan BP)

Iuran kelas I sebesar Rp 150 ribu per orang per bulan dibayar oleh peserta atau pihak lain atas nama peserta, Iuran kelas II sebesar Rp 100 ribu per orang per bulan dibayar oleh peserta PBPU dan peserta PB atau pihak lain atas nama peserta, Iuran kelas III tetap pada Rp 25.500 per orang per bulan dibayar peserta PBPU dan PB atau pihak lain atas nama peserta. Namun, iuran itu akan naik pada 2021 menjadi Rp 35 ribu yang di dalamnya akan disubsidi pemerintah sebesar Rp 7 ribu.

Terhadap pandangan anggota KSP tersebut, penulis beranggapan KSP tidak memiliki rasa keprihatinan dengan kondisi masyarakat saat ini dan pandangan tersebut adalah keliru, dikarenakan disaat ini situasi pandemi Corona (Covid-19) yang berakibat banyaknya pemutusan hubungan kerja yang berjumlah ribuan orang, pemberian Pesangon yang dicicil secara bertahaf, kondisi perusahaan semakin hari semakin berat dengan tidak adanya perputaran pemasukan dan jika hal ini berlangsung akan banyak lagi gelombang pemutusan hubungan kerja lagi, belum lagi masyarakat diminta jangan kemana-mana namun tidak ditanggung biaya hidupnya sehingga hal ini membuat masyarakat harus keluar rumah untuk mencari nafkah untuk keluarganya, setelah ditetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) masyarakat juga dikenakan denda apabila melanggar, masih banyak pembagian sumbangan yang tidak merata dan tidak tepat sasaran dan masih banyak lagi yang memperparah kondisi sosial masyarakat.

Sehingga dari berbagai kalangan mulai tokoh agama, tokoh politik, partai politik, praktisi hukum, komunitas, akademisi, Ketua MPR, anggota dewan dan berbagai komponen bangsa baik di pusat maupun di daerah termasuk tokoh-tokoh di Kabupaten Bekasi sudah mengingatkan pemerintah agar tidak menaikan iuran BPJS ataupun membatalkan kenaikan Iuran BPSJ tersebut, namun hingga kini kelihatannya Presiden Jokowi masih belum bergeming terhadap putusannya yang telah menaikan Iuran BPJS tersebut dengan Peraturan Presiden Nomor: 64 Tahun 2020, yang lebih mengherankan lagi Perpres ini di terbitkan pasca Peraturan Presiden kenaikan Iuran BPJS Nomor: 75 Tahun 2019 dibatalkan oleh Mahkamah Agung berdasarkan putusan Nomor: 7 P/HUM/2020, pada saat itu BPJS beralasan belum menurunkan Iuran BPJS karena belum menerima salinan putusan perkara padahal untuk perkara Hak Uji Materil (HUM) putusan tersebut langsung berlaku setelah dibacakan ataupun diputuskan oleh Majelis Hakim MA-RI namun setelah menerima salinan putusan Mahkamah Agung tersebut BPJS melalui Presiden telah Peraturan Presiden Nomor:64 Tahun 2020 telah menaikan Iuran BPJS kembali.

Penulis menyayangkan pandangan anggota KSP tersebut, seolah pemerintah yang membutuhkan bantuan padahal jika melihat pertimbangan Majelis Hakim Perkara Nomor 75 Tahun 2019, harusnya pemerintah melakukan upaya-upaya sebagaimana dipertimbangkan tersebut terlebih dahulu, masih banyak mekanisme lain yang dapat dilakukan oleh karena itu rasa keprihatinan melihat kondisi masyarakat yang semakin terpuruk, dan KSP lupa terhadap kewajiban konstitusi bahwa negara harus hadir untuk memberikan perlindungan dan rasa nyaman bagi warganya, sebagaimana dimaksud Pasal 27 s/d Pasal 34 UUD 1945 amandemen. Oleh karena itu berbagai kalangan sudah mengingatkan pemerintah dalam hal ini Presiden Jokowi agar merubah kebijakan kenaikan Iuran BPSJ tersebut, apalagi Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 ini, tidak sebagaimana harapan dari putusan Mahkamah Agung RI sebelumnya dimana alasan pembatalan Perpres 75 tahun 2019 sebelumnya oleh Mahkamah Agung sebagaimana dikutip pertimbangan hukumnya, berupa:
Dalam pertimbangannya, majelis hakim juga menyatakan bahwa Perpres 75/2019 tidak mempertimbangkan kemampuan masyarakat untuk membayar kenaikan iuran BPJS. Pertimbangan faktual pemerintah malah lebih menekankan pada penyesuaian iuran, dikarenakan defisit anggaran.”

Timbul pertanyaan, apakah dengan menaikan iuran BPJS dapat menyelesaikan permasalahan defisit anggaran secara permanen? Apakah masyarakat mampu untuk membayarnya?” demikian bunyi pertimbangan majelis hakim dalam salinan surat putusan.

Kemudian, berdasarkan fakta yang tak perlu dibuktikan lagi, ternyata untuk menutupi defisit anggaran BPJS tersebut, pemerintah telah beberapa kali melakukan penyesuaian dan menyuntikkan dana, akan tetapi anggaran BPJS Kesehatan masih defisit.
Oleh karena itu, menurut MA, ada akar masalah yang terabaikan dipertimbangkan, yakni manajemen atau tata kelola BPJS secara keseluruhan.

Terhadap hal ini tidak pernah dilakukan oleh pemerintah, oleh karena itu yang mengganggap kenaikan Iuran BPJS sebagai solidaritas kepada negara merupakan pandangan yang keliru dan semakin membuat masyarakat terluka.

Cikarang, Mei 2020
Penulis,

Ulung Purnama, SH, MH.
Praktisi hukum

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

four × five =