News Bekasi Reborn. co.id

Aktual, Tajam & Terpercaya

Hubungan Adagium Hukum “Salus Populi Suprema Lex Esto dengan Putusan Pidana Akibat Mengabaikan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB)”

4 min read
News Bekasi Reborn. co.id Hubungan Adagium Hukum "Salus Populi Suprema Lex Esto dengan Putusan Pidana Akibat Mengabaikan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB)"

News Bekasi Reborn. Co | BEKASI – Semenjak Kapolri Jenderal  Idham Azis  menerbitkan Maklumat Kapolri tentang Kepatuhan Terhadap Kebijakan Pemerintah Dalam Penanganan Penyebaran Covid-19. Adagium hukum “Salus populi suprema lex esto”, menjadi terbiasa didengar oleh kita semua khususnya pemerhati hukum, dimana arti adagium tersebut keselamatan rakyat merupakan hukum tertinggi. Dan hal inilah yang menjadi dasar dan alasan Kapolri mengeluarkan Maklumat Kapolri Mak/2/III/2020 terbit pada 19 Maret lalu. Maklumat tersebut dikeluarkan dalam rangka menekan laju penyebaran virus corona atau Covid-19 di Indonesia.

Dalam maklumatnya Kapolri meminta masyarakat untuk tidak mengadakan kegiatan yang mengumpulkan orang dalam jumlah banyak, baik di tempat umum maupun di lingkungan. Adagium tersebut merupakan pendapat dari Marcus Tullius Cicero (106-43 SM), seorang ahli hukum dan juga filsuf Romawi.
Bila terdapat warga yang tidak mengindahkan imbauan aparat untuk tidak berkerumun bisa dikenakan sanksi pidana dengan pasal berlapis mulai Pasal 212, 216, dan 218 KUHP hingga Pasal 14 UU Nomor 4 Tahun 1984 Tentang Wabah Penyakit Menular dan Pasal 93 UU Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Peraturan Pemerintah tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar sudah didengungkan ditambah dengan dikeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan No 9 Tahun 2020 Tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid 19) dan PSBB sudah berlaku dibeberapa kota besar termasuk diantaranya di Kota Pekanbaru.
Beberapa waktu lalu di Pengadilan Negeri Pekanbaru telah mem vonis 15 (lima belas) orang yang didakwa melanggar PSBB. Mereka dijatuhi hukuman penjara selama dua bulan dan denda Rp 800 ribu hingga Rp 3 juta dan putusan ini merupakan perkara pertama PSBB di Indonesia naik ke meja hijau.

Vonis terhadap pelanggar PSBB ini pun dilakukan secara virtual oleh Jaksa dan Majelis Hakim di Pengadilan Negeri Pekanbaru. Sedangkan ke-15 terdakwa berada di aula Polresta Pekanbaru. Vonis diberikan karena para terdakwa terbukti secara sah melanggar Pasal 216 KUHP karena tidak menuruti perintah atau permintaan pejabat berwenang sesuai Undang-Undang sesuai tugasnya mengawasi sesuatu.
Untuk diketahui, 15 (lima belas) terdakwa diamankan aparat kepolisian saat menggelar acara karaoke bersama di tempat hiburan di Kota Pekanbaru, Jumat, 10 April 2020.
Mereka terbukti melanggar Peraturan Walikota Pekanbaru dan Maklumat Kapolri untuk menghindari kerumunan dalam rangka pencegahan penularan COVID-19 yang dikualifikasi melanggar Pasal 216 ayat (1): Barang siapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian pula barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan undang-undang yang dilakukan oleh salah seorang pejabat tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah.
Tafsir yang dapat diberikan atas pasal tersebut adalah bahwa perbuatan yang dapat dipidana adalah ketika ada seseorang atau sekelompok orang dengan sengaja tidak mengikuti perintah dari alat-alat perlengkapan Negara  misalnya Pegawai Negeri Sipil atau Kepolisian untuk tidak melakukan sesuatu yang dilarang undang-undang atau mencegah/menghalang-halangi perbuatan yang dilarang oleh undang-undang, maka pengawai negeri atau kepolisian dapat melakukan tindakan-tindakan  yang menurut undang-undang dibenarkan. Tindakan yang dibenarkan oleh undang-undang dapat berupa menyelidiki atau menyidik atau menangkap atau menahan. Dalam konteks ini, maka harus ada  dasar yang kuat bahwa perbuatan tersebut melanggar undang-undang, artinya asas legalitas harus terpenuhi lebih dahulu, barulah pejabat tadi dapat melakukan langkah-langkah yang dibenarkan oleh undang-undang.

Terkait Hubungan Adagium Hukum “Salus Populi Suprema Lex Esto dengan Putusan Pidana Akibat Mengabaikan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sesuai pertimbangan hukum perkara tersebut dianggap para Terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 216 KUHPidana, dimana Indonesia yang memiliki jumlah penduduk sekitar 250 Juta orang lebih, dan tingkat resiko kematian di Indonesia cukup tinggi sehingga adagium tersebut keselamatan rakyat merupakan hukum tertinggi menjadi dasar pemikiran adanya penegakan hukum tersebut, agar mengurangi penyebaran Covid-19, karena dalam PSBB itu sendiri tidak mengedepankan hukuman pidana, namun penegakan hukum terkait penerapan PSBB menjadi sangat penting manakala pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana sebagaimana diatur oleh Undang-Undang diabaikan.

Solus Populi Suprema Lex Esto menjadi adagium yang diadopsi diseluruh negara, termasuk di Indonesia karena negara hadir ditengah masyarakat untuk menjamin dan melindungi segenap Bangsa Indonesia, dengan cara memberikan keselamatan dan kebutuhan masyarakat, sesuai amanat pembukaan UUD RI pada alinea ke empat, termasuk dalam situasi menghadapai Covid-19 sehingga adanya PSBB merupakan upaya untuk memutus rantai penyebaran Covid-19 dan adanya pemberian sanksi hukuman kepada seseorang ataupun badan hukum yang melanggar merupakan upaya terakhir jika tidak mengindahkan aturan yang ada, dengan mengedepankan edukatif dan preventif dalam penanggulangan hal tersebut. Sanksi diberlakukan karena yang dilakukan sudah bertentangan dengan kondisi sosial masyarakat.
Demikian tulisan ini disampaikan. Terimakasih

Cikarang, Mei 2020
Penulis,

Ulung Purnama,SH,MH.
Praktisi Hukum & Ketua Forum Advokat Kabupaten Bekasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

3 × 2 =