Ergat Ketum LSM KOMPI Temukan Kejanggalan Di PT. BBWM Hingga Puluhan Miliyar
3 min read
newsbekasireborn.co.id || BEKASI, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Komite Masyarakat Peduli Indonesia (KOMPI) pada Jumat (3/3/2023) lalu telah melakukan kajian diskusi terhadap laporan hasil pemeriksaan kinerja PT Bina Bangun Wibawa Mukti (BBWM), dan menemukan beberapa kejanggalan dalam pengelolaan keuangan perusahaan tersebut.
“Kejanggalan tersebut terlihat tidak profesional dan terkesan amatiran, serta diduga terjadi penyelewengan keuangan,” kata Ketua Umum LSM KOMPI, Ergat Bustomy kepada Awak Media, Selasa (4/4/2023).
Ergat menyatakan kecurigaannya terkait penggunaan dana representatif yang didapat oleh Dewan Direksi PT BBWM. Menurutnya, para Direksi telah menggunakan dana representatif sebesar Rp1.093.423.821 pada tahun 2017 dan Rp1.000.136.256, di tahun 2018 tanpa membuat laporan pertanggungjawaban terkait penggunaannya.
“Dana representatif biasanya diberikan kepada perusahaan untuk mendukung kegiatan operasional dan representasi bisnis. Namun, kecurigaan kami menunjukkan bahwa penggunaan dana representatif oleh Dewan Direksi PT BBWM tidak transparan dan memicu keraguan,” katanya.
Untuk diketahui, Kepmendagri No. 50 Tahun 1999 tentang Kepengurusan BUMD menyatakan bahwa dana representatif disediakan dari anggaran perusahaan paling tinggi 75% dari jumlah penghasilan Direksi dalam satu tahun yang diterima pada bulan terakhir. Penggunaan dana representatif tersebut harus diatur oleh Direksi secara efisien dan efektif dalam rangka pengembangan BUMD.
Dana representatif adalah dana yang digunakan untuk kepentingan perusahaan, seperti pengembangan bisnis, investasi, pengembangan sumber daya manusia, dan sebagainya. Jumlah dana representatif yang disediakan harus proporsional dan seimbang dengan kebutuhan perusahaan.
Direksi bertanggung jawab atas penggunaan dana representatif secara efisien dan efektif. Penggunaan dana tersebut harus dilakukan dengan mempertimbangkan aspek keuangan, operasional, dan strategis perusahaan. Direksi juga harus memastikan bahwa penggunaan dana representatif tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik dan hukum yang berlaku.
Dalam penggunaan dana representatif, Direksi harus memperhatikan prinsip-prinsip akuntabilitas dan transparansi. Direksi harus mempertanggung jawabkan penggunaan dana tersebut kepada pemegang saham dan masyarakat umum. Penggunaan dana representatif juga harus dilaporkan secara teratur dan transparan kepada Dewan Komisaris.
Dengan begitu, Ergat menyatakan, penggunaan dana repsentatif yang melebihi 75% yang diatur dalam Kepmendagri No. 50 Tahun 1999 dapat dikategorikan sebagai pelanggaran yang disengaja. Selain itu, ia juga menyebutkan bahwa para Direksi mungkin berpikir bahwa dana repsentatif itu sebagai penghasilan tambahan, sehingga mereka tidak membuat laporan terkait penggunaannya.
“Jika penggunaan dana repsentatif tersebut memang melebihi ketentuan yang telah diatur, maka hal tersebut dapat dianggap sebagai tindakan yang melanggar hukum dan dapat berdampak buruk bagi perusahaan dan pihak-pihak terkait. Oleh karena itu, penting untuk melakukan audit dan pemeriksaan terhadap penggunaan dana tersebut agar dapat mengetahui apakah ada tindakan yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku,” paparnya.
Hal lain yang tidak kalah memprihatinkan, kata Ergat, adalah mengenai piutang tahun 2017 kepada PT OEP (Odira Energi Persada) sebesar Rp47.124.486.202, direksi sengaja menghapus piutang tersebut dalam laporan keuangan Tahun 2018, dengan alasan PT OEP telah berhenti beroperasi dan beralih ke PT ME sebagai pembeli gas dari PT OEP.
“Jika dilakukan dengan cara ini, seolah-olah mereka menghindari tanggung jawab, atau direktur tidak mengerti apa arti piutang, atau mungkin ada sesuatu antara direksi dan PT OEP,” katanya.
Ergat menambahkan, di sisi lain, ada persoalan penting lainnya terkait dividen dari Participating Interest (PI) hasil kerja sama dengan PT MUJ (Migas Utama Jabar) dari tahun 2018 hingga 2021, yaitu sekitar Rp14.304.835.915, diduga tidak disetorkan sebagai PAD (pendapatan daerah) untuk Kabupaten Bekasi. Padahal PI tersebut merupakan dana yang diberikan oleh BUMD (Badan Usaha Milik Daerah) Jabar setiap tahunnya kepada seluruh BUMD yang memiliki perjanjian dengan PT MUJ Jabar dengan persentase yang telah diatur dalam peraturan menteri ESDEM.
Adapun tujuan pemberian PI adalah agar perusahaan dapat berkembang lebih maju dan berkontribusi terhadap pendapatan pemerintah daerah sebagai pemegang saham terbesar di BUMD.
Jadi, jika dihitung anggaran yang diberikan MUJ kepada PT BBWM puluhan miliar dalam waktu empat tahun, seharusnya ini pendapatan tahunan, tapi kenyataannya PAD selama empat tahun berturut-turut anjlok. Coba lihat PAD dari PT BBWM yang disetorkan ke Pemda Kabupaten Bekasi dari tahun 2018 sampai dengan tahun 2021 sangat minim dan tidak sesuai harapan, sedangkan proses produksi BBWM berjalan setiap tahun.
“Oleh karena itu, kita perlu mempertanyakan apakah PT BBWM telah menghasilkan keuntungan selama proses produksi selama empat tahun berturut-turut. Pemkab Bekasi diharapkan mengganti direksi dan pejabat BUMD karena sudah tidak mampu lagi bekerja secara profesional. Pergantian direksi diharapkan dapat mengubah keadaan perusahaan menjadi lebih baik,” pungkas Ergat.